devilspueblic.blogspot.com
Ini adalah sebuah legenda tentang
seorang pembela kebenaran. Kisah ini bermula di suatu desa, di bumi
indonesia, pada masa era reformasi…
Keningnya berkerut, kumisnya
turun naik, tatapan matanya jauh menerawang. Bona menggaruk-garuk
kepalanya yang botak dan berketombe itu. Itu tandanya Bona sedang
berpikir. Udah beberapa lama ini Bona mendengar gosip bahwa Pak Lurah
korupsi uang beras miskin. Dari total bantuan beras miskin 25 juta
rupiah, Pak Lurah hanya membagikan 15 juta rupiah aja. 10 juta rupiah
nya, entah raib dimana. Tapi ini baru gosip. Bona gak yakin sama
kebenaran gosip ini. Masa sih Pak Lurah korupsi. Pak Lurah kan udah
kaya. Mobil nya aja Xenia, mengkilat, mulus. Padahal orang di kampung
sukamiskin ini jarang yang punya mobil. Satu - satunya orang yang punya
mobil selain Pak Lurah cuma Haji Basri. Itu pun cuma Suzuki Carry tahun
90an. Gak mulus dan gak mengkilat kayak mobilnya Pak Lurah.Bunyinya aja
beda.
Bunyi mobil Pak Lurah: ce ce ces, brummm.
Bunyi mobil Haji
Basri: ce ce ce ce ce ce ce ce ce ce ce ce ces, ngik ngik ngik ngik,
brum ngik ngik, ce ce ce ce ce ces ces ces, brum, ngik ngik ngik.
Mobil
Pak Lurah pakai bensin murni. Mobil Haji Basri pakai bensin campur,
campur dorong. Beda lah pokoknya mah. Bona yakin, Pak Lurah gak bakal
sampai hati mengkorupsi uang beras miskin. Namanya aja beras miskin.
Artinya kan bantuan beras untuk rakyat miskin yang gak bisa beli beras.
Memang Bona kurang simpati sama Pak Lurah karena menghalang-halangi
hubungannya dengan Nyi Iteung, kembang desa anaknya Pak Lurah. Tapi
bagaimana pun Bona yakin bahwa Pak Lurah tuh orangnya baik, gak akan
sampai hati merampok warga desa. Pak Lurah seringkali memberi
pertolongan sama warga desa yang sedang kesusahan. Ngasih pinjem beras
barang seliter dua liter mah biasa. Bahkan pernah Pak Lurah pernah
ngasih keluarga Bona 5 liter beras, waktu malam lebaran. Masa sih Pak
Lurah korupsi beras miskin. Gak mungkin ah, pikir Bona.
"Pak Lurah KoRRRupSSSi."
"Pak Lurah KoRRRupSSSi."
"Pak Lurah KoRRRupSSSi."
Begitu
banyak suara di sekitar Bona. Semua orang berteriak. "Pak Lurah
KoRRRupSSSi". Bapak - bapak, ibu-ibu, sampai mba-mba seksi juru ketik
desa. Kepala Bona pening. Bona gak tahan dengan suara - suara yang
begitu menggema itu. Bona berlari ke hutan, lalu ke pantai. Hehe, gak
deng. Ke sawah aja, lebih deket. Di tengah jalan Bona ketemu
nenek-nenek, rambutnya beruban, kulitnya keriput, pakai bikini merah
muda. Lho? Bona merasa ada yang aneh sama nenek-nenek itu. Oh, bulu
keteknya lupa dicukur, pikir Bona. Tiba-tiba nenek-nenek itu memanggil
Bona.
"Ujang, kesini sebentar"
"Ada ada nek?"
"Pak Lurah KoRRRupSSSi."
Eh,
si nenek ikut-ikutan juga. Bona lalu kembali berlari ke sawah. Bona
sampai di saung, salah satu tempat paling cozy kesukaannya. Tiba-tiba
ada kodok lompat kearahnya. Wah, lumayan nih, pikir Bona. Buat
nambah-nambah lauk makan siang. Kodok itu membuka mulutnya, dan lalu...
"Pak Lurah KoRRRupSSSi."
"Hwaaaaaaaaaaaa!!!!!"
Bona terbangun dari mimpinya. Piuuuhhh, untung cuma mimpi, pikir Bona.
Tapi Bona merasa ini adalah firasat, tandanya dia harus bergerak. Maka
Bona pun mulai bergerak mengikuti alunan kopi dangdut. Bukkkaaannn.
Bukan gerakan yang itu, pikir Bona. Bona harus bergerak menyelidiki
sendiri kebenaran gosip ini. Kebenaran harus terungkap! Kalo memang
benar gosip Pak Lurah korupsi, Pak Lurah harus bertanggung jawab. Kalo
gosip itu tidak benar, maka nama baik Pak Lurah harus dipulihkan. Bona
gak mau rasa resah ini terus membayanginya, menjelma menjadi nenek -
nenek pakai bikini merah muda dalam mimpinya. Lebih baik Bona mimpi
ketemu Nyi Iteung pakai bikini kuning golkar daripada mimpi ketemu nenek
- nenek pakai bikini merah muda. Bona pun mulai merencanakan aksinya.
Dia datang ke rumah Asep, sahabat baiknya.
"Sep, kita harus bergerak".
"Bergerak mengikuti alunan kopi dangdut Bon?"
"Bukaaaannnn. Bukan gerakan yang itu. Bergerak menyelidiki kasus korupsi Pak Lurah."
"Ha?"
Malam
itu terlihat dua bayangan berkelebat diantara pepohonan di halaman
rumah Pak Lurah yang luas. Keduanya tampak menggunakan kain sarung
sebagai penutup kepala untuk melindungi identitas mereka. Senjata ala
cimande, Golok Pembunuh Ayam, terselip di pinggang Batman. Sedangkan
Doreamin tampak membawa senjata andalannya, tongkat pemukul anjing.
"Bon.."
"Syyuuuut. Jangan panggil nama asli Sep. Panggil nama samaran aja."
"Apa?"
"Batman kasarung. Tapi biar lebih simple, panggil aja saya Batman."
"Lalu nama samaran saya apa?"
"Doraemon.
Keduanya
melompat ke atap. Satu lompatan ke udara dan jreng jreng jreng, mereka
sudah ada di atas atap. Ilmu meringankan tubuh ala penca cimande yang
mereka kuasai membuat lompatan itu terlihat sangat mudah. Bona, sorry,
Batman bertanya pada Doraemon:
"Mon, saya punya sedikit pertanyaan."
"Apa Man?"
"Kenapa kamu pakai celana kolor di luar?"
"Supaya seperti superhero di pelm-pelm Man."
"Kenapa pakai yang warna merah?"
"Kalo pakai yang ijo nanti disangka kolor ijo Man."
"Owwhh.."
"Kamu sendiri kenapa pake sarung belang-belang gitu Man?"
"Kan yang belang memang lebih asyik."
Batman
memberi isyarat kepada Doraemon untuk melompat. Mereka sudah ada di
ruang tengah Pak Lurah sekarang. Rumah Pak Lurah adalah rumah gaya raden
- raden jaman jadul. Rumah luas dengan ukiran disana sini dan ruangan
khas di tengah rumah yang sengaja dibiarin bolong, gak ada atapnya.
Biasa dipakai untuk berjemur, baik itu menjemur badan ataupun menjemur
rangginang. Karena itu Batman dan Doraemon bisa dengan mudah menyusup ke
rumah Pak Lurah. Dari pantulan cahaya rembulan terlihat Batman
memberikan instruksi kepada Doraemon.
"Mon, kita berpencar. Kita geledah rumah ini. Cari bukti apakah benar Pak Lurah melakukan korupsi."
"Seperti?"
"SEPERTI KOPER BERISI UANG 10 JUTA YANG ADA TULISANNYA “INI HASIL KORUPSI”!!, ujar Batman kesal.
"Kalo tulisannya 'ini bukan hasil korupsi' gimana?"
"Gkckckkgckgkgkckgk."
Batman
dan Doraemon berpencar. Dengan gaya mengendap-ngendap tapi masih tetap
terlihat elegan dan kasual, Batman berjalan menuju kamar anaknya Pak
Lurah, Nyi Iteung. Nyi Iteung masih tertidur lelap. Meni geulis Nyi
Iteung teh, pikir Batman. Batman mengelus-elus rambut Nyi Iteung yang
hitam tergerai. Colongan. Raut wajah Nyi Iteung yang tetap cantik
walopun sedang tidur itu sempat membuat niat Batman goyah. Tapi Batman
memantapkan hatinya. Maapkan Aa Nyi Iteung, tapi kebenaran harus
terungkap.
Batman gak menemukan bukti apa-apa di kamar Nyi
Iteung. Batman beranjak ke kamar Pak Lurah. Pak Lurah dan istrinya masih
tertidur pulas. Batman membuka lemari, tapi malah menemukan ayam. Oh,
mungkin takut ilang. Makanya tu ayam ditaro di lemari, pikir Batman. Itu
biasa. Batman merangkak ke kolong tempat tidur. Tangan Batman meraih
sesuatu yg berwarna hitam. Eh, ternyata itu kambingnya Pak Lurah. Bukan
yang ini. Batman memasukkan kambing itu kembali ke kolong tempat tidur.
Batman lalu meraih koper yang ada disebelah kambing. Koper hitam. Di
bagian luar koper itu tertulis 'Ini bukan hasil korupsi'. Wah,
jangan-jangan bener kata si Doraemon, pikir Batman. Pak Lurah memang
cerdik, menyembunyikan koper dibaik kambing. Koper itu terkunci. Tapi
dengan ajian penca cimande, Ilmu Elang Membuka Koper, Batman bisa
membuka koper yang terkunci itu dengan satu sabetan golok. Dalam koper
itu Batman menemukan uang seratus ribuan total 10 juta dan sebuah
dokumen. Salah satu dokumen tenyata adalah invoice penyerahan dana
bantuan beras miskin dari pemerintah kepada desa sebesar 25 juta rupiah.
Padahal selama ini Pak Lurah selalu bilang dana bantuan dari pemerintah
cuma 15 juta rupiah. Pak Lurah ternyata korupsi!!
Batman segera
keluar dari kamar Pak Lurah, tapi sarungnya tersangkut gelas di atas
meja dan membuat gelas itu pecah. Pak Lurah terbangun, terkejut melihat
ada orang bertopeng di kamarnya. Pak Lurah reflek meraih Golok Pembunuh
Sapi yang tergantung di dinding kamarnya.
“Siapa kamu?”
“Saya teh Batman Kasarung”.
“Batman kok pake teh?”
“Iya. Saya teh Batman.”
Keduanya
segera terlibat pertarungan. Bunga api bertebangan di udara. Besi
berdentingan. Batman mengeluarkan jurus tendangan kaki kuda. Pak lurah
menangkis dan membalas dengan jurus tendangan kaki gajah. Pak lurah
mengeluarkan jurus cakar naga, Batman mengelak dan membalas dengan jurus
cakar ayam (eh, itu ceker ya?). Ilmu silat yang dimiliki keduanya
tampak seimbang. Tapi dalam waktu tak lama senjata pusaka yg dimiliki
Pak Lurah mulai membuat Batman kewalahan. Senjata Batman, Golok Pembunuh
Ayam, ternyata tak sanggup menandingi kekuatan Golok Pembunuh Sapi
milik Pak Lurah. Batman bersuit memanggil bantuan rekannya, Doraemon.
Doraemon segera datang memberikan bantuan dan menyerang dengan senjata
pamungkasnya, Tongkat Pemukul Anjing. Doraemon menyerang bertubi-tubi.
Sayangnya, ternyata tongkat itu hanya efektif untuk memukul anjing,
bukan manusia. Doraemon pun kewalahan. Mendengar keributan, Nyi Iteung
pun terbangun. Kaget melihat ada dua orang bertopeng, yg satu pakai
kolor merah di luar, Nyi Iteung pun pingsan. Tapi sebelum pingsan, Nyi
Iteung masih sempat berteriak2 minta pertolongan. Batman dan Doraemon
kaget. Doraemon langsung bergegas melarikan diri. Batman? Batman
bergegas melarikan Nyi Iteung. Colongan. Kaget anaknya dilarikan, Pak
Lurah pun mengejar Batman. Berlari sambil membopong Nyi Iteung di bahu
kanan dan mengempit koper di ketek kiri membuat Batman gak bisa berlari
kencang. Setelah berlari 200 meter, akhirnya Batman terkejar. Pak Lurah
tiba2 saja sudah berdiri di depan Batman. Tiba Batman merasakan
seseorang menusuknya dari belakang. Pak Lurah? Bukan. Pak Lurah sih
berdiri di depannya dari tadi juga. Batman menengok ke belakang,
ternyata Doraemon lah yg menusuknya dengan senjata rahasia, cutter
pemotong kertas. Batman jatuh bersimbah darah. Nyi Iteung pun berpindah
tangan, dari tangan Batman ke tangan Doraemon. Koper hitam? Koper hitam
berpindah ketek, dari ketek Batman ke ketek Doraemon.
“Mon, teganya dirimu. Kenapa?”
“Karena saya mencintai Nyi Iteung, Man.”
“Huhu. Kamu rela mengkhianati teman dan idealisme demi cinta, Mon? ”
“Man, demi cinta, sakit gigi pun aku rela.”
“Mon, lebih baik aku mati saja.”
“Mati aja Man. Gak usah bilang2.”
“Huh, tega!”
Hari itu, di pendopo desa, seminggu setelah pemakaman Bona a.k.a Batman Kasarung.
“Saya
nikahkan Nyi Iteung binti Pak Lurah dengan mas kawin satu ekor kambing
jantan, satu ekor sapi, sepuluh ekor ayam, dan lima belas ekor anak itik
dibayar tunai.”
“Saya terima nikahnya Nyi Iteung binti Pak Lurah
dengan mas kawin satu ekor kambing jantan, satu ekor sapi, sepuluh ekor
ayam, dan lima belas ekor anak itik dibayar tunai.”
Asep, sang
pengkhianat, menikah dengan wanita pujaannya dan hidup bahagia. Pak
Lurah sang koruptor, melenggang kangkung sebagaimana halnya banyak
koruptor2 Indonesia lainnya. Bona a.k.a Batman Kasarung, sang pembela
kebenaran, mati. Seperti banyak pahlawan lain di bumi Indonesia ini,
tanpa imbalan, tanpa tanda jasa. Persis seperti pepatah mengatakan,
‘Berakit-rakit kita ke hulu, berenang kita ketepian. Bersakit dahulu,
senang pun tak datang, malah mati kemudian.’
Jangan kaget, jangan
heran. Kisah ini bukan terjadi di negeri dongeng, dimana pembela
kebenaran selalu menang. Kisah ini terjadi di bumi indonesia, negeri
para penipu, surga para koruptor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar